Strategy of Information Integration adalah sebuah strategi yang
diambil oleh para praktisi informasi dalam menghadapi tantangan dimana
sejumlah sistem informasi yang berbeda harus diintegrasikan. Hal ini
biasanya terjadi pada saat akuisisi atau merger, penggabungan satu atau
dua institusi pemerintahan, kerjasama program berbasis lintas sektoral,
dan lain sebagainya.
Yang sering menjadi masalah adalah adanya ego sektoral dari
masing-masing institusi yang terlibat saat pengintegrasian sistem. Untuk
menangani permasalahan tersebut, SII sangat dibutuhkan. SII menggunakan
beberapa buah metodologi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Exploitasi kapabilitas lokal.
Pada tahap ini, dilakukan pengembangan secara maksimal kapabilitas dari
sistem informasi masing-masing organisasi. Tujuan dari dilakukannya
tahap ini adalah untuk memahami secara sungguh-sungguh batasan maksimal
kemampuan sistem informasi dalam menghasilkan kebutuhan manajemen
strategis dan operasional organisasi yang bersangkutan – baik dilihat
dari segi keunggulannya maupun keterbatasannya. Hasil kajian ini
sangatlah berguna untuk tahapan selanjutnya, terutama nanti dalam
melihat cara-cara mengatasi keterbatasan masingmasing sistem informasi
terkait. Adanya tahap ini juga bermanfaat bagi mereka yang selama ini
belum tahu benar mengenai karakteristik dan spesifikasi sistem informasi
yang dimiliki untuk dapat lebih mengerti kapabilitas kemampuan sistem
yang sebenarnya. Dengan adanya tahap ini diharapkan terdapatnya
pemahaman akan keunggulan dan keterbatasan sistem informasi yang
dimiliki organisasi dalam hal memenuhi visi dan misi organisasi yang
bersangkutan maupun dalam kaitannya dengan kebutuhan organisasi mitra
lainnya yang diajak bekerjasama.
2. Lakukan integrasi tak tampak
Pada tahap ini dilakukan proses integrasi dengan cara berdiskusi. Yang
berhak berdiskusi di sini adalah para CIO (Chief Information
Organization) dari masing-masing organisasi yang terlibat. Dengan
berkumpul dan berdiskusi bersama diharapkan akan menemukan jalan keluar
pemenuhan kebutuhan yang ada. Secara tidak langsung, dalam proses ini,
cetak biru arsitektur masing-masing sistem informasi dapat mulai saling
diperkenalkan dan dipertukarkan. Tahap ini merupakan tahap tersulit dari
sebuah pengintegrasian antar organisasi. Jika hal ini berhasil
dilakukan, maka tahap yang tersulit dalam integrasi telah berhasil
dilalui. Pada saat inilah sebenarnya hakekat ”integrasi” telah
dilakukan. Secara teknis yang biasa dihasilkan adalah ide-ide solusi
dalam bentuk penambahan sejumlah entitas atau komponen sebagai jembatan
antara satu sistem dan sistem lainnya tanpa harus merusak masingmasing
sistem informasi yang telah dianggap baik bekerja oleh setiap organisasi
yang ada. Tujuan dari tahap ini sebenarnya ialah didapatnya kepercayaan
dan kesadaran akan perlunya kerjasama untuk memecahkan solusi.
3. Kehendak berbagi pakai
Pada tahap ini dilakukan evaluasi seberapa efisien dan optimum solusi
tersebut berhasil dibangun terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan
beraneka ragam sumber daya organisasi. Untuk melakukannya, sekali lagi
para CIO akan berkumpul dan melihat bahwa banyak peluang untuk
meningkatkan kinerja solusi yang dihasilkan jika dan hanya jika adanya
”sharing” atau pola berbagi pakai antar sumber daya teknologi informasi
yang dimiliki masing-masing organisasi. Tujuan dari tahap ini adalah
mulai bergesernya pemikiran-pemikiran yang didominasi oleh faktor
emosional dan menyingkirkan ego masing-masing ke arah menghasilkan
ide-ide brilian yang dipandu oleh pemikiran rasional.
4. Redesain arsitektur proses
Mencari solusi dari tahap ketiga tadi hanya dapat dilakukan untuk
memenuhi kepentingan internal saja. Ketika organisasi tersebut harus
berurusan dengan pemenuhan kebutuhan pemilik kepentingan eksternal,
seperti misalnya pelanggan atau publik, maka proses yang cepat,
berkualitas, dan murah adalah yang menjadi dambaan mereka. Hal tersebut
tidaklah mungkin terjadi jika secara lintas organisasi tidak dilakukan
aktivitas redesain proses.
Di sinilah tahap penentu integrasi diuji kembali, karena yang akan
terlibat tidak sekedar para CIO, melainkan pimpinan nomor satu dari
masing-masing organisasi. Kegiatan kolaborasi ini akan efektif jika
bermula dari akhir, dalam arti kata menggunakan kebutuhan pemegang
kepentingan akhir (yaitu pelanggan atau publik) sebagai target solusi
redesain. Dengan berpegang pada konsep dan teori BPR (= Business Process
Reengineering) sejumlah usaha untuk melakukan eliminasi, simplifikasi,
integrasi, dan otomatisasi proses akan dilakukan. Hal yang perlu
diperhatikan di sini adalah semangat kolaborasi antar CIO yang harus
ditularkan ke para pimpinan organisasi. Jadi, tujuan dari tahap ini yang
ingin dicapai adalah kesepakatan untuk melakukan kolaborasi secara
lebih jauh, yaitu dengan memperhatikan nilai (atau value) dari pemegang
kepentingan utama dari seluruh organisasi yang berkolaborasi. Ragam
proses baru inilah yang akan menjadi cikal bakal atau embrio arsitektur
sebuah sistem informasi terintegrasi yang dimaksud, yang merupakan
penjelmaan ”secara tidak sadar” kumpulan sistem informasi organisasi
beragam yang ada.
5. Optimalkan infrastruktur
Rancangan beraneka ragam proses baru yang dihasilkan pada tahap
sebelumnya tidaklah akan berjalan secara efektif, efisien, optimal, dan
terkontrol dengan baik apabila secara fundamental tidak dilakukan
penyesuaian terhadap infrastruktur organisasi yang ada – dalam hal ini
adalah arsitektur sistem informasi terintegrasi yang dimiliki. Dalam
kaitan inilah maka optimalisasi sistem informasi terintegrasi yang
bercikal bakal pada masing-masing sistem informasi organisasi akan
menghasilkan sebuah sistem dengan komponen-komponen lengkapnya seperti:
perangkat keras, perangkat lunak, infrastruktur jaringan, sumber daya
manusia, sistem database terpadu, dan lain sebagainya.
Tujuan dari tahap optimaliasi ini adalah sebuah sistem informasi
terpadu yang dapat bekerja secara efektif melayani kepentingan vertikal
maupun horisontal. Dan tentu saja yang tidak kalah pentingnya, yaitu
semakin eratnya relasi antar organisasi yang berkolaborasi setelah
melewati sejumlah tahap sebelumnya.
6. Transformasi organisasi
Tahap terakhir yang akan dicapai sejalan dengan semakin eratnya hubungan
antar organisasi adalah transformasi masing-masing organisasi.
Transformasi yang dimaksud pada dasarnya merupakan akibat dari dinamika
kebutuhan lingkungan eksternal organisasi yang memaksanya untuk
menciptakan sebuah sistem organisasi yang adaptif terhadap perubahan
apapun.
Sistem informasi masa kini yang dibangun dengan menggunakan paradigma
rumah tumbuh dan berbasis komponen (baca: object-based approach) secara
tidak langsung akan menular kepada karakteristik dari organisasi
terkait. Artinya, sejumlah hal baru akan tumbuh menggantikan sesuatu
yang telah lama dianut, misalnya:
• Transformasi dari organisasi berbasis struktur dan fungsi menjadi organisasi berbasis proses;
• Transformasi dari organisasi berbasis sumber daya fisik menjadi organisasi berbasis pengetahuan;
• Transformasi dari organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan internal
menjadi organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan eksternal;
• Transformasi dari organisasi berbasis rantai nilai fisik menjadi organisasi berbasi rantai nilai virtual; dan lain sebagainya.
Demikianlah rangkaian dari metodologi dalam SII. Dalam prakteknya,
rangkaian tahapan tersebut akan berlangsung membentuk siklus hidup yang
tidak berkesudahan, sejalan dengan keinginan setiap organisasi untuk
selalu memperbaiki kinerjanya dari waktu ke waktu. Tentu saja setelah
melalui proses evaluasi dan pembelajaran yang terjadi secara kontinyu
dan berkesinambungan.